Jumat, 12 Juni 2009

Perubahan dan Zona Nyaman

Kalo yang ini terinspirasi dari ‘Tidak Ada yang Konstan’ di gini-arimbi.blogspot.com (visit ya). Satu hal yang membuat saya tidak nyaman, perubahan drastis. Bahkan saya cenderung takut. Lalu apa yang biasanya dilakukan orang-orang saat merasa tidak nyaman?Menghindarinya kan? Tapi sayang, saya gak mungkin bisa menghindari perubahan. Karena itu takdir. Itu memang sesuatu yang semestinya terjadi dan harus kita hadapi (kalau kita cukup berani).

Kalo diibaratkan, zona nyaman kita adalah cahaya lurus konstan. Dan perubahan adalah media kasar yang menghasilkan pemantulan baur. Dan difusi cahaya inilah ‘zona nyaman’ kita sekarang, membaur, tidak teratur,mengejutkan dan membuat kita tidak nyaman.

Perubahan, seringkali lebih merupakan sesuatu yang bukan kita inginkan. Tapi yang lebih berat lagi sebenarnya menghadapi keadaan fluktuatif dan proses adaptasi terhadap perubahan itu sendiri. Lalu, bagaimana cara menghadapi perubahan? Ikut berubah. Ya, selama itu bukan perubahan mendasar seperti karakter. Mungkin misalnya merubah cara pandang dan cara menyikapi sesuatu yang berubah itu. Karena kalau kita terus menerus statis, tetap terkungkung pada masa lalu dan zona nyaman lama kita yang bakal ada hanyalah derita-derita-dan derita. :p . (menginginkan sesuatu yang sudah tidak ada –karena berubah- memangnya apa yang bakal terjadi karena itu?)

Oleh karena itu, karena perubahan terkadang menyakitkan, saya jadi memotivasi diri saya sendiri untuk tidak merasa terlalu nyaman bahkan di dalam zona nyaman saya sendiri. Karena suatu hari, pasti zona nyaman kita akan berubah menjadi bukan zona nyaman. Intinya, saya cuma bersikap waspada dan menjaga jarak. Ibaratnya jangan terbang terlalu tinggi kalo gak mau jatuh terlalu sakit. Guru saya pernah bilang ketidaknyamanan itu kunci kesuksesan. Mungkin maksudnya setiap orang yang sudah berhasil memang harus menghadapi fase ‘tidak nyaman’. Karena itu, jadi, ya hadapi saja perubahan. Tapi sebagai tindakan preventif, saya merasa lebih baik tidak usah merasa terlalu nyaman sekalian.

Tapi lepas dari itu semua, saya percaya time heals anything. Suatu saat mungkin kamu harus terpisah dari zona nyaman kamu, tapi perlahan-lahan kamu akan membangun zona nyaman baru-bahkan tanpa kamu sadari-. Dan saat kenyamanan baru mulai terbentu, bahkan kamu akan lupa pernah merasakan kenyamanan yang sebelumnya. Yah, bersyukurlah kita punya titik jenuh. Otak kita punya titik jenuh dan merasa lelah kalau terus-terusan memikirkan hal itu saja. Karena sebenarnya adalah suatu kebutuhan bagi diri kita sendiri untuk menyesuaikan diri dengan situasi yang lebih relevan. Saya percaya kok, selama kita gak menutup diri.

Have a Nice Day

Setelah membaca postingannya Dijelennon di volgoriancabalsette.blogspot.com (visit), yang berjudul Hava a Nice Day yang bercerita tentang hari buruknya. Oke, kita semua punya hari buruk. Atau, sesuatu yang kita sebut hari buruk. 

Hm.. pengen bilang ke diri sendiri sebenernya “have a nice day”, tapi di postingan ini saya lagi pengen ngeluh. Minggu-minggu ini bener-bener minggu –merasabersalahkalaubersantai-. Yap, UB semester 2. Saya berharap, berharap dan berusaha buat bisa ngejadiin UB ini sebagai pemanasan untuk persiapan menghadapi semester-semester krusial yang udah di depan mata. Jadi, saya udah ambil ancang-ancang jauh-jauh hari sebelumnya. Lebih jauh dari yang biasa saya lakuin. Belajar-belajar-belajar. Dan hasilnya di minggu-minggu dimana semua orang menjadi sangat individualis ini (kesialanmu adalah keberuntunganku [kalau itu tidak terlalu kasar]), yang ada saya malah stress. Well, saya gak tahu si stress itu apa, tapi gejala fisik kayak berat badan menyusut, ‘siklus’ yang kacau, gak bisa tidur nyenyak, heart beat, gampang sakit perut, well… itu namanya stress bukan? (have a nice day! –or week?-)

Diawali dengan diare yang melanda akhir minggu lalu (have a nice week!). Sukses memundurkan acara-belajar-akhir-pekan- yang seharusnya jadi waktu paling efektif untuk belajar sebelum UB. 

Terus yang mengecewakan dan bikin down, udah belajar tetep aja remed (have a nice week!). Minggu ini benar-benar titik gue-tukang-putus-asa-merasa-benar-benar-buruk-dan-ketakutan-akan-masa-depan.

Well… sebenernya dari semua keburukan (atau apa yang gue sebut buruk) itu bukan takdir, itu adalah kesalahan yang masih bisa diperbaiki. (Alhamdulillah)
Dari ‘keburukan’ pertama saya –stres gak jelas beserta akibatnya-. Itu sebenarnya cuma bentuk kompensasi untuk saya karena gak siap UB. Itu adalah harga-yang-harus-saya-bayar- dari sikap apatis saya terhadap urusan sekolah selama ini. Lalu akhirnya kepanikan itu pun melanda dan menyajikan beragam akibat.

Terus, masalah diare itu. Ini pelajaran untuk kita semua. Perhatikan apa saja yang masuk ke perut kamu terlebih kalo itu udah H-7 UB semester 2 (atau H-7 simak-UI, H-7 utul UGM, H-7 kawinan kakak atau H-7 acara penting kalian). Karena disaat diare itu melanda kamu gak akan bisa mikirin konsentrasi. Kamu gak akan bisa mikirin efisiensi mesin Carnot karena yang ada di otak kamu cuma kloset-new diatabs-kloset-neo entrostop-kloset-oralit. Jadi berhentilah makan makanan ‘sintetis’ dan berhenti makan ‘keripik radang tenggorokan’. (fyi, keripik yang sarat akan MSG dan mechin ini selain membuat amandelmu bertambah besar juga bisa menurunkan daya intelegensi).

Dan tentang remed tiada batas itu. Hm, dear, jangan mulai bertingkah kaya 'pengacausistemyangberkuasa' dan antek-anteknya yang cuma fokus pada hasil akhir dan gak peduli sama prosesnya. Terserah lo mau nyontek, ngebet atau usaha keras yang penting hasil akhir lo memuaskan. Kali ini tolong jangan terjebak sistem. Tapi ternyata selama ini saya begitu memikirkan hasil akhir. Makanya selalu baru belajar keras pas udah deket-deket hari H. Padahal kalo yang kita cari cuma sekedar nilai, dengan sedikit pengetahuan tentang hack-mengehack, lo bisa dengan mudah menyabotase nilai-nilai di SAS, abis itu lo bisa tenang-tenang aja walaupun otak lo gak ada isinya. Buat apa kita sekolah kalo kayak gini? Kayak yang saya kutip dari sebuah artikel di kompas "...bahwa pendidikan bukan hanya sekedar masalah manajerial saja-sampai harus disertifikasi dengan ISO- tetapi bagian dari proses kebudayaan guna menumbuhkan kepercayaan dan integritas diri sebagai individu dan warga bangsa negara. Dengan demikian pendidikan akan melahirkan manusia yang memiliki kepercayaan diri tinggi untuk hidup merdeka. "  Jadi mulai sekarang, lupakan belajar kebut semalam kalau ingin pintar. 

Sebenernya hari buruk, nasib buruk or whatever you call it itu gak ada. Itu semua cuma sesuatu yang harus kita tanggung karena kita melakukan kesalahan. Saya percaya dengan pepatah lama ‘apa yang kamu tanam, itu yang kamu petik’ itu bener banget walaupun terdengar klise dan begitu teoritis. Dan mari mencoba untuk tidak mengeluh, di luar sana lebih banyak orang-orang yang hidup lebih susah.